Materai 10000 sudah resmi dinyatakan bea materai oleh Menteri Keuangan Sri Mulyati Indrawati yang sebelumnya Rp 3 ribu dan Rp 6 ribu sudah berubah menjadi satu tarif yaitu Rp 10 ribu mulai tahun depan yaitu terhitung dari 1 januari 2021.
Hal ini sebelumnya sudah direncanakan dengan pembahasan RUU tentang Bea Materai oleh Panja DPR RI.
Pembahasan RUU ini menghabiskan waktu selama dua hari dari 31 Agustus sampai 1 September 2020. Akhirnya Pembahasan materai 10000 ini sudah siap untuk dibawa ke rapat paripurna DPR RI. Sri Mulyani juga menegaskan dokumen yang nilainya dibawah atau sama dengan Rp 5 juta bagi para usaha kecil, UMKM dan mikro termasuk tidak usah menggunakan materai.
Dilansir dari Liputan 6 (9/12), Menurut Sri Mulyani, hal ini adalah salah satu bentuk pemihakan dan kenaikan dari yang tadinya dokumen diatas Rp 1 juta arus berbiaya materai. Selain itu, RUU Bea Materai yang berisi 32 pasal juga membahas mengenai penyetaraan pengenaaan pajak atas dokumen baik dalam bentuk kertas maupun digital.
Hal tersebut disesuaikan dengan perubahan zaman sehingga diharapkan dengan adanya UU ini bisa memberikan kesamaan perlakuan untuk dokumen kertas dan non kertas. Selanjutnya, RUU Bea Materai dapat mengatur mengenai pembebasan bea materai terhadap penanganan bencana alam dan juga kegiatan keagamaan dan sosial dalam rangka mendukung program pemerintah dalam melakukan perjanjian internasional. Selain itu diharapkan RUU ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan memperbaiki Policy serta instrumen pemerintah.
Dalam RUU ini juga membahas penyempurnaan sanksi administratif dan ketidakpatuhan pemenuhan pembayaran bea materai. Sanksi administratif dan sanksi pidana juga akan disempurnakan dalam RUU Bea materai dapat meminimalkan sekaligus mencegah tindak pidana di bidang perpajakan. Hal-hal seperti pengedaran, pemakaian materai palsu serta bekas pakai harus dihindari.
Materai 10000 akan diberlakukan tahun depan, dan kebijakan RUU Bea materai baru dimulai tepatnya awal januari agar pemerintah mempunyai waktu untuk dapat menyiapkan seluruh peraturan perundang-undangan di bawahnya. Diketahui bahwa bea materai ini sudah ditetapkan sejak tahun 1985 sebesar Rp 500 dan Rp 1.000 sesuai undang-undang yang berlaku.
Pada tahun tersebut maksimal peningkatan tarifnya sebatas 6 kali lipat dari tarif awal. Kemudian tahun 2000, tarif bea materai naik menjadi Rp 3.000 dan Rp 6.000. Adanya perubahan Tarif bea materai dianggap sebagai langkah penyederhanaan tarif bea materai menjadi satu tarif saja yaitu Rp 10.000 dari sebelumnya ada dua tarif Rp 3.000 dan Rp 6.000.
Akhirnya tahun 2019 Yon Arsal selaku Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan pemerintah telah mengajukan rancangan undang-undang (RUU) bea materai kepada DPR RI. Revisi ini dianggap penting karena mengingat UU Bea materai sudah harus dievaluasi dari aturannya yang lama.
Melihat kondisi perekonomian sekarang yang sudah mulai membaik dan ditandai dengan pendapatan per kapita Indonesia yang terus meningkat. Dalam kurun waktu 17 tahun dilihat dari pdb per kapita Indonesia telah meningkat hampir 8 kali lipat. Menggunakan data BPS, PDB perkapita tahun 2000 sebesar Rp 6,7 juta dan tahun 2017 sebesar Rp 51,9 juta maka diusulkan bahwa tarif materai lebih sederhana menjadi satu tarif 10000. Selain itu, nilai bea materai maksimal sebesar Rp 6.000 yang sudah berlaku belasan tahun sudah tidak relevan dan perlu disesuaikan.